Trip to Yogyakarta
It’s my first time to
stand my leg in a province in south part of Java. Yes, Yogyakarta. Jujur
saja saya jarang pergi ke luar kota. Paling jauh tentu saja Jakarta. Tapi itu
sudah lama sekali. Saya hampir lupa rasanya euphoria
travelling jarak jauh. Nah kali ini saya berkesempatan melakukan perjalanan
ke Yogyakarta bersama teman-teman saya dengan menaiki motor. Ya, kami melakukan
touring. Again, it’s my first time.
Hari Jumat malam (24/5), kami bertolak dari Purwokerto
sekitar pukul 20.00. Di rombongan kami ada 6 orang. Alhamdulillah malam itu
cuaca cerah. Ribuan bintang menemani perjalanan kami yang sedianya bisa
ditempuh hanya dalam 4 jam. Namun kenyataan berkata lain. Kami dua kali transit
di SPBU masing-masing di perbatasan Banyumas-Kebumen dan di Prembun, Kebumen. Sialnya
di Purworejo kami nyasar ke arah Magelang. Malam itu sungguh dingin. Saya lupa
membawa sarung tangan dan masker. Maklum belum berpengalaman touring jarak jauh.
Sekitar pukul 2 dini hari kami sampai di perbatasan Jawa
Tengah-Yogyakarta tepatnya di Temon, Kulonprogo. Kami memutuskan untuk
beristirahat di SPBU setempat karena jam segitu kami ga enak untuk mengetuk
pintu rumah kontrakan temannya salah satu teman kami yang kuliah di Wates. Baru
sekitar jam 5 kami bertamu ke rumah temannya teman kami itu.
Menurut “proposal kegiatan” sih kami mau ngeliat sunrise di pantai cuma di pantai apa
kami belum menentukan namun kenyataan tak seindah rencana. J) Setelah numpang mandi
di tempat temen itu, kami bertolak ke Panta Indrayanti sekitar pukul 7. Kami menyempatkan
diri dulu untuk sarapan di warung gudeg di daerah Pengasih.
Kami melanjutkan perjalanan ke arah Jogja Kota. Temen kami
yang kuliah di Wates itu bilang kami mau lewat jalan alternative menuju Gunung
Kidul itu jadi perjalanan sekitar satu jam lebih. Gitu. Setelah ngelewatin Ring
Road yang cukup panjang, kami akhirnya sampai di daerah Sleman atau apalah
namanya saya rada lupa. Pokoknya Jalan Jogja-Wonosari. Ternyata nyaris satu jam
kami berkendara, kami belum melihat tanda-tanda pantai.
Kata temen kami yang tau jalan ke Indrayanti, “Setelah ini
kita tinggal lurus aja ngikutin jalan ini. Pantainya ada di balik bukit itu
*nunjuk ke Gunung Kidul*”
Harapan pun meninggi. Wajah yang bosan dengan perjalanan
jauh pun berubah penuh semangat. Setelah sekian bulan tak menyambangi pantai,
akhirnya sebentar lagi saya sampai di pantai yang konon indah itu. Namun
kenyataan tak sesuai dengan bayangan. Selama satu jam kami berkendara naik
turun bukit, bibir pantai belum jua nampak.
Saya mulai mengeluh pada teman saya, “Kamu denger ga tadi
mba itu bilang apa? Katanya pantainya di balik bukit tapi kok ini bukitnya ga
habis-habis ya?”
Temen saya, “Iya, maksudnya di balik bukit itu, di baliknya
lagi, di baliknya lagi. Pokoknya balik-balik deh.”
Kami yang semalaman kekurangan jam tidur pun kelelahan dan
memilih beristirahat di kota Wonosari. Saya yang belum menemukan kasur sejak
semalam pun nyeletuk, “Beri saya sehelai kasur hanya untuk meluruskan tulang
rusuk saya.”
“Iya mba bener banget. Pengen ketemu kasur,” seru mba yang
kuliah di Wates itu.
Setelah sempat membeli beberapa minuman botolan dan cemilan,
kami meneruskan perjalanan ke Pantai Indrayanti. Nah dari Wonosari itu sekitar
45 menit barulah kami sampai di pantai yang konon belum lama ditemukan oleh
seseorang yang bernama Indrayanti. Kalau biasanya kita sudah berada di dekat
pantai, maka bau ikan asin akan mulai tercium dan perahu-perahu nelayan mulai
terlihat semenjak 20 menit sebelum sampai di tempat wisata, bedanya di pantai
ini tidak ada tanda-tanda pantai. Jalanannya sempit kanan kiri hanya hutan bahkan
bus pun harus minggir ke semak jika saling berpapasan. Cukup sempitlah untuk
lewat dua kendaraan roda empat. Benar kata mba yang kuliah di Wates itu, di
balik bukit. Iya, tau-tau langsung nyampe pantai aja gitu tanpa ada “pemanasan”
seperti kapal-kapal nelayan dan penjaja ikan asin. Bener-bener pantai yang
masih alami banget. Bahkan di penunjuk jalan pun ga ada nama “Pantai Indrayanti”
hanya ada Pantai Baron, Krakal, Sepanjang, Kukup, Drini, dan Sundak. Well, ga Cuma di penunjuk jalan aja tapi
juga di tiket masuk area wisata. Iya, Pantai Indrayanti ga tercantum di situ. FYI, tarif masuknya Cuma 5k bisa
mengunjungi deretan pantai-pantai itu. kalau saja waktu saya senggang dan rumah
kontrakan teman kami itu ga jauh dari Gunungkidul sih mau aja mampir ke
pantai-pantai itu. Tapi mengunjungi Pantai Indrayanti itu sudah lebih dari
cukup.
tiket masuk |
Kenapa lebih dari cukup? Pantainya indah sekali. The most stunning beach I’ve ever seen. My friend
said so. Saya merasa seperti sedang menjelajah situs travelling di
internet. Ga menyangka jika apa yang saya lihat itu benar-benar nyata.
gambar di ambil di atas karang |
masih di atas karang yang sama |
ombak di depan karang |
karang dilihat dari pantai |
sisi kanan karang |
cheers xxxx |
Well, ombak pantai cukup tinggi maklumlah pantai selatan. Jadi
harus berpikir dua kali jika ingin berenang di pantai. Yang paling menarik
adalah tebing karangnya. Kita bisa naik ke atas karang melalui jalan kecil yang
sudah disiapkan oleh pengelola. Dari atas karang, kita bisa melihat deretan payung
besar warna warni di bibir pantai. Have I said that it’s a beach with white
sand? It is freaking stunning. You have to add this spot into your travel list.
Komentar
Posting Komentar